New Status
Welcome To My Blog :)

Minggu, 04 November 2012

Senada


Suara biola yang sangat indah dimainkan itu, terasa menyejukan hati ini yang pilu karena kemiskinan. Mencari-carinya untuk lebih jelas didengarnya. Ternyata berasal dari rumah mewah diseberang jalan ini. Wawan yang seorang penjual koran hanya lulusan smp tak bisa melanjutkan sekolahnya 2 tahun lalu. Karena uang dan uang yang menghambatnya dan keluarganya. Dia merasa iri dengan teman-temannya yang begitu menikmati pendidikan.
                Matanya menatap diatas jendela rumah mewah itu, yang kebetulan terbuka. Ada sosok perempuan dengan sebuah kursi rodanya diam terpaku dengan biolanya. Mata hati wawan sangat miris melihatnya, dalam batinnya dia merasa “oh tuhan, apa yang terjadi dengannya???? Dia sangat kaya, jauh beda dengan saya.”
                Saat ia melangkah mendekat, mendekati pintu gerbangnya sangat jelas perempuan itu. Perempuan itu merasa seseorang melihatnya dan mendengarkannya. Perempuan itu keluar mencoba mendekatinya, dia keluar dari pintu dengan kursi rodanya. “siapa kamu?” Tanya perempuan itu sambil mendorong kursi rodanya.
“aku wawan penjual Koran, maaf jika aku menggangu bermain biola kamu dengan indahnya.”
Pintu gerbang itu membatasi berbincangnya.
“owh… tidak, aku hanya senang dengan bermain biola ini. Perkenalkan aku kinan, salam kenal wawan.” Senyum manisnya
“aku sangat senang jika kamu mau menjadi temanku.” Ajaknya
“ya… tapi aku hanya penjual Koran miskin yang tak pantas berteman dengan kamu, apa kata teman-temanmu??
“apakah seorang teman harus memandang status???”
Tuhan begitu baiknya perempuan kaya ini, walau fisiknya cacat tapi hatinya baik, gumannya dalam hati.
“itu menurutku… tapi kau belum kenal aku?”
“kau bukan orang jahat, aku bisa melihat itu dari matamu”
“kinan, aku harus pulang keluargaku menungguku dirumah.” Pintanya
“ya… sering-seringlah kamu main sini.”
***
                Sepanjang pikirannya, hanya terfikir sosok kinan dan kinan. Hari itu cuaca sangat panas dan Koran yang dijual wawan hanya laku 3 biji. Dia kesana-sini tuk dapatkan uang guna membantu ibunya. Pernah benaknya ingin menjadi orang kaya membahagiakan ibu dan adik perempuannya atik namanya.
                Disisi lain kinan juga merasa sangat kesiapan, walau kaya tapi tak ada sekecil pun yang peduli akannya dan memperhatikannya. Hanya pembantu yang menjadi teman mainnya. Mata batin kinan merasa sedih bila mengingat peristiwa 1 tahun lalu yang membuat kinan mengalami cacat dikakinya. Waktu itu tepat saat ulang tahun mamanya, mamanya mengajak kinan jalan-jalan kebetulan papanya diluar negeri singapura bisnis. Saat sedang mengendarai sambil berbincang-bincang mamanya tak sadar didepan ada truk berhenti didekatnya, rem pun tak terkendali dan mamanya seketika mati ditempat dan syukur kinan selamat. “aku tak bisa memaafkan diriku sendiri, mama kinan rindu” desak tangisnya
                Kinan merasa tak punya siapa-siapa untuk jadi teman curhatnya dan yang menemani jalan-jalan, hanya sosok mamalah. Kinan diam terpaku dengan kursi rodanya sambil memandangi foto alm mamanya dengan berlinan air mata. “mah, andai mama disini kinan ingin sekali bertemu mama. Kinan tahu mama ada alam surga, kinan kesepian ma. Papa tak pernah mengunjungiku hanya lewat telefon! Mama….” Desaknya
                Sore itu wawan pulang dari menjual Koran, ia ingin melihat kinan sudah 2hari ini wawan tak mengunjunginya. Dari balik taman depan rumah mewah itu sedang duduk dalam kursi rodanya, siapa lagi kalu bukan kinan. Wawan mendekat dan memberanikan diri tuk memanggilnya.
“kinan….”
Sebuah suara yang lembut ia dengar dan menyebut namanya, ia mencari asal suara itu. “apakah wawan?” batinnya
Lalu kinan menolehnya kebelakang dengan memutarkan kursi rodanya. Dengan senang hatinya yang dilihat adalah wawan.
“wawan… aku menunggumu tapi kau tak pernah datang mengunjungiku. Buka saja pintu gerbang itu.”
Wawan membuka pintu gerbang dan menghampirinya.
“ah… anu nan, akhir-akhir ini aku sibuk mengurusi Koran dan membantu ibuku. Bagaimana kabarmu?”
“owh… begitu, ya nggak apa. Kabarku baik wan, kamu haus biar aku panggilkan mb nuni?”
“ah… tak usah ngeropotin.”
“tak apa, kita teman kan? Mb nuni… amblikan minum buat teman kinan”
“ya… terimakasih, oh ea nan mana orang tuamu? Hebat ya kamu punya rumah besar, taman yang indah. Jauh beda dengan rumahku, yang gubuk kayu. Tapi aku bersyukur bisa punya tempat tinggal.
 “sama-sama. papaku ada diluar negri, mama sudah meninggal. Ini punya orang tuaku, aku hanya menempati saja. Ya harus bersyukur, boleh aku main ketempat kamu?”
“oh… maaf kinan aku tak tahu kalau mama kamu sudah nggak ada. Pasti enak diluar negri, rame sakali diperbincangkan Koran ini mengenai luar ngeri. Hehe… ah bercanda kamu, rumahku jelak apa coba kata tetanggamu. Sudah cantik, baik lagi.”
“ya wan, aku ngerti. Ya asyik tapi bosen setiap liburan sekolah keluar negri terus. Nggak wan, serius santai saja. Boleh ya…”
“wah… setiap liburan kesana… cup cup, hebat kamu. Pernah kepatung kayak singa keluar airnya dari mulutnya.”
“hah… lucu kamu, owh singapura ya. Aku pernah kesana tempat kerja papa disana.”
“kinan, aku sering-sering diceritain tentang sana. Sudah sore aku belum mandi, bau kayak gini.” Dengan logat jawanya
“iya… ya, pantas saja bau ikan asin…” kinan tertawa kecil
“wah ikan asin, ini itu bau comberang… hehe. Da kinan sampai ketemu lagi”
“wawan… wawan. Hati-hati” dengan senyum manisnya.
***
                “wawan anaknya baik, mudah-mudahan ini berguna untuknya?” batinnya dengan raut muka senang.
Siang itu kinan ingin memberikan buku panduan wisata. Dan ia ingin merasakan ketenangan dikeluarga wawan. Yang hampir 1 tahun lebih tak dirasakannya. Kinan menyuruh pak abon supirnya, tuk menghantarkan ke pusat kota tempat jualannya wawan.
                Dari balik kaca jendela mobil kinan melihat wawan dan memperhatikan cara berjualannya. Kinan merasa iba padanya, “didunia masih ada orang yang pekerja keras seperti wawan, aku merasa iri padanya. Aku cacat seperti ini tak bisa apa-apa??”
                Wawan merasa capek dan ia berteduh dipinggir sambil duduk ditrotoar, dahaganya terasa kering ingin sesegera mungkin minum. Kinan yang memperhatikannya, segera turun dari mobilnya yang dibantu pak abon. Dibawa sebotol air mineral untuknya. Wawan yang tak sadar dan kaget itu tak menyangka kinan menghampirinya sambil menyodorkan air mineral. Lalu bercandalah mereka.
“wan, ini untukmu.”
“kinan (dengan tak sadar dan kagetnya)… sedang apa kamu disini?”
“aku dari tadi memperhatikan mu, cara jualan kamu. Tak boleh?”
“owh… bukan gitu maksudku… terimakasih ya, kamu tak malu berteman denganku dan terimaksih juga airnya.”
“ya sama-sama. Oh ya wan, aku punya sesuatu. Ini buku panduan wisata tentang Singapura.”
“wah indah sekali Negara sana, makmur pula dari pada Indonesia.”keluhnya
“ya indah, tapi kita harus bangga dengan Indonesia Negara yang kaya akan sumber dayanya.”
“tapi… tak semakmur sana. Buktinya aku dan yang lain masih miskin?”
“itu karena pejabatnya korupsi! Makan uang rakyat.”
“politikus kau.” Canda wawan
“hum… “tawa kecil kinan
                                Dengan asyiknya mereka ngobrol dan tertawa kecil. Tiba-tiba wawan ingin pulang. Seketika itu kinan ingin ikut, ingin merasakan suasana keluarga kecil mereka. Kinan yang naik kursi roda dan didorong wawan, sebelumnya kinan minta izin sama pak abon supirnya tuk bermain dengan wawan.
                Sebelumnya wawan ditawari naik mobil kinan, karna jalan menuju rumahnya sempit jadinya jalan kaki. Sepanjang jalan kinan memperhatikan suasana kampung wawan. Terlihat ramai didaerahnya banyak anak-anak bermain riang gembira. Kinan jadi teringat dulu.
                Sampailah didepan rumah yang hanya terbuat dari bambu dan suasana disana sejuk penuh dengan pohon. Terlihat disana seorang ibu yang sedang menjahit baju. Ternyata ibu wawan, beliau terlihat ramah dengan kinan dan mempersilahkan masuk. Kinan disajikan pisang rebus dan segelas teh angat, nikmat rasanya karna dibuat dengan rasa sayang. Perasaan kinan sangat senang bisa merasakan kasih sayang ibu yang dicurahkan ke wawan terasa lengkap sudah.

**********

Tidak ada komentar:

Posting Komentar